120791

O N Y | حب الوطن

UPACARA KEMATIAN



Dalam siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian merupakan akhir kehidupan seseorang di dunia. Masyarakat meyakini kehidupan lain setelah kematian. Di beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapan bagi si mati. Salah satu peristiwa yang harus dilakukan adalah penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat termasuk membersihkan, merapikan, atau mengawetkan mayat :
Upacara adat kematian yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa tahapan yaitu :
A.    BELANGAR
Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya menganut agama Islam sehingga setiap ada yang meninggal ada beberapa proses yang dilalui. Pertama kali yang dilakukan adalah memukul beduk dengan irama pukulan yang panjang. Hal ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada salah seorang warga yang meninggal. Setelah itu maka masyarakat berdatangan baik dari desa tersebut atau desa-desa yang lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan handai taulan. Kedatangan masyarakat ke tempat acara kematian tersebut disebut langar (Melayat).
Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang di tinggalkan mati oleh keluarganya, Mereka biasanya membawa beras seadanya guna membantu meringankan beban yang terkena  musibah.

B.     MEMANDIKAN
Dalam pelaksanaannya, apabila yang meninggal laki-laki maka yang memandikannya adalah laki-laki, demikian sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang memandikannya adalah perempuan. Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari segi usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan itu biasanya tokoh agama setempat. Adapun macam air yang digunakan adalah air sumur. Setelah di mandikan, mayat dibungkuskan pada acara ini, biasanya si mayit di taburi keratan kayu cendana atau cecame.

C.    BETUKAQ (PENGUBURAN)
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu :
1.      Setelah seseorang dinyatakan meniggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di ruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi langit-langit (bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan meninggalnya orang tersebut. Selesai dibungkus si mayat disalatkan di rumah oleh keluarganya sebagai salat pelepasan, lalu dibawa ke masjid atau musala.
2.      Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran bumi (penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke dalam kubur), untuk itu perlu penyembelihan hewan sebagai tumbal.

D.    NELUNG DAN MITUQ
Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa selain itu  keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Selanjutnya diikuti dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai berikut :
1.      Mengumpulkan kayu bakar. Kayu biasanya dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga) dan mitu (hari ketujuh) dengan cara perebaq kayu (menebang pohon).
2.      pembuatan tetaring. Pembuatan tetaring terbuat dari daun kelapa yang dianyam dan digunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue) duduk bersila.
3.      Penyerahan bahan-bahan begawe. Peyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe. Penyerahannya ini dilakukan pada hari mituq.   Kemudian inaq gawe menyerahkan alat-alat upacara.
4.      Dulang Inggas Dingari, disajikan kepada Penghulu atau Kyai yang menyatakan orang tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari meninggal dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa besok hari diadakan upacara sembilan hari.
5.      Dulang penamat, adapun maksudnya simbol hak milik dari orang yang meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya. kemudian semua keluarga dan undangan dipimpin oleh Kyai melakukan do’a selamatan untuk arwah yang meninggal agar diterima Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
6.      Dulang talet Mesan (Penempatan Batu Nisan) dimaksudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh Kyai yang memimpin do’a yang kemudian dulang ini dibagikan kepada orang yang ikut serta pada saat itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwak.
Rangkaian upacara kematian pada masyarakat Sasak yaitu hari pertama disebut nepong tanaq atau nuyusur tanaq. Pemberian informasi kepada warga desa bahwa ada yang meninggal. Hari kedua tidak ada yang bersifat ritual. Hari ketiga disebut nelung yaitu penyiapan aiq wangi dan dimasukkan kepeng bolong untuk didoakan. Hari keempat menyiram aiq wangi ke kuburan. Hari kelima melaksanakan bukang daiq artinya mulai membaca AQur’an. Hari keenam melanjutkan membaca Al-Qur’an. Hari ketujuh disebut Mituq dirangkai dengan pembacaan Al-Qur’an. Hari kedelapan tidak ada acara ritual yang dilaksanakan, dan hari kesembilan yang sebut Nyiwaq atau Nyenge dengan acara akhir perebahan jangkih.

E.     ANCAK / NYIWA'
Istilah Ancak akan kita dengar  ketika orang nyiwa (Bhs. Sasak), nyiwa adalah acara begawe bagi orang yang meninggal dunia yang diadakan oleh keluarga yang ditinggal pada hari kesembilan dari hari meninggalnya seseorang. Adalagi acara sebelum nyiwa seperti Nelong ( hari ketiga orang yang meninggal) ada juga Mitong ( hari ketujuh oang yang meninggal), dan adalagi setelah Nyiwa acara untuk menyambut hari Metang Dase (hari keempat puluh orang yang meninggal) yang disebut dengan acara Melayaran, Melayaran ini dilakukan setiap minggu sampai hari ke empat puluh, setelah itu keluarga yang ditinggal akan mengadakan Metang dase, dan masih adalagi acara Nyatus (hari keseratus orang yang meninggal) dan adalagi Nyiu (hari keseribu orang yang meninggal).
Dari tradisi Nelong, Mitong, Nyiwa, Metang Dase, Nyatus, Dan Nyiu, acara besarnya adalah Nyiwa, disana beragam acara yang dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing orang. Dalam acara Nyiwa ada istilah Ancak,dan Peserah,  Ancak menurut keyakinan masyarakat sasak adalah acara sakral yang wajib dibuat. Bentuk Ancak itu adalah hidangan makanan yang bisa dikatakan hidangan spesial yang memang akan diberikan kepada orang-orang tertentu saja.
Ancak itu dibuat sebanyak Sembilan Dulang (Bhs. Sasak) atau hidangan, yang terdiri dari dulang inti yang berisikan Sesatoan(Bhs. Sasak) seperti ayam panggang, burung dara panggang, hati sapi, hati kambing, hati ayam, dll. Yang nantinya akan diantarkan kerumah Sembilan keyai (Bhs. Sasak) bukan kiyai (bhs. Jawa).
Kemudian ada juga istilah Peserah (Bhs. Sasak) ini juga wajib di buat oleh keluarga yang meninggal yang nantinya Peserah itu akan diberikan kepada tokoh agama setempat, kalau Peserah ini beda dengan Ancak, Peserah dibuat hanya satu saja yang isinya bermacam-macam perabot, seperti kain sarung, baju, kopiah, cermin, sandal, sisir, panci, penggorengan, piring, gelas, pisau, sendok yang semuanya itu masih dalam kondisi baru, dan berisikan pula beras, kacang-kacangan, bawang merah, bawang putih, garam, cabe, dan lain sebagainya. Penulis tahu karena penulis sering menjadi obyek  Peserah dan Ancak .
Begitulah keaneka ragaman acara dalam suku sasak yang mewarnai ajaran islam yang sejauh ini tidak ada kontroversi antara tokoh agama dan tokoh adat. Karena dalam pandangan masing-masing itu semua dilakukan dengan niatan sodakoh bagi si mayit.“ Bede Kerupok Bede Rase, Bede Gubok Bede Care” Inilah yang terjadi di kampung kami dan juga di sekitaran kami.

Tidak ada komentar: