Kitab Sutasoma yang merupakan karangan Mpu Pranca
pada zaman Kerajaan Majapahit begitu berarti bagi bangsa Ini, Sebab Semboyan
Negara Republik Indonesia Bhinneka Tunggal Ikadiambil dari Kitab ini,
Lantas timbul pertanyaan, apakah isinya kitab Sutasoma?, berikut ini ringkasan
Kitab Sutasoma untuk mengobati rasa penasaran anda tentang Kitab Sutasoma
Karangan Mpu Prapanca.
Ringkasan
Kitab Sutasoma
Buddha bereinkarnasi dan menitis kepada putra raja Hastina, Prabu Mahaketu. Putranya
ini bernama Sutasoma. Sutasoma sangat rajin beribadah, cinta akan agama Buddha
(Mahayana). Karena tidak senang akan dinikahkan dan dinobatkan menjadi raja,
maka pada suatu malam sang Sutasoma melarikan diri dari negara Hastina. Setelah
kepergian sang pangeran, timbullah huru-hara di istana, sang raja beserta sang
permaisuri sangat sedih.
Setibanya
di hutan, sang pangeran bersembahyang dalam sebuah kuil. Datanglah Dewi
Widyukarali yang bersabda bahwa sembahyang sang pangeran telah diterima dan
dikabulkan. Sang pangeran kemudian mendaki pegunungan Himalaya diantar oleh
beberapa orang pendeta. Sesampainya di sebuah pertapaan, sang pangeran
mendengarkan riwayat cerita seorang raja yang merupakan reinkarnasi seorang
raksasa yang senang makan manusia.
Alkisah
adalah seorang raja bernama Purusada atau Kalmasapada. Syahdan pada suatu waktu
daging persediaan santapan sang prabu, hilang habis dimakan anjing dan babi. Si
juru masak bingung dan tergesa-gesa mencari daging pengganti, tetapi tidak
dapat. Lalu ia pergi ke sebuah pekuburan dan memotong paha seorang mayat dan
menyajikannya kepada sang raja. Sang raja sungguh senang karena merasa
masakannya sangat sedap, karena beliau memang reinkarnasi raksasa. Kemudian
beliau bertanya kepada sang juru masak, daging apa yang ia masak tadi. Karena
diancam, si juru masak pun mengaku bahwa daging tadi adalah daging manusia.
Semenjak saat itu beliau pun gemar makan daging manusia. Rakyatnyapun sudah
habis semua; baik dimakan maupun melarikan diri. Lalu sang raja mendapat luka
di kakinya yang tak bisa sembuh lagi dan ia pun menjadi raksasa dan tinggal di
hutan. Sang raja memiliki kaul akan mempersembahkan 100 raja kepada Batara Kala
jika beliau bisa sembuh dari penyakitnya ini.
Sang
Sutasoma diminta oleh para pendeta untuk membunuh raja ini tetapi ia tidak mau,
sampai-sampai Dewi Pertiwi keluar dan memohonnya. Tetapi tetap saja ia tidak
mau, ingin bertapa saja.
Maka
berjalanlah ia lagi. Di tengah jalan syahdan ia berjumpa dengan seorang raksasa
ganas berkepala gajah yang memangsa manusia. Sang Sutasoma hendak dijadikan
mangsanya. Tetapi ia melawan dan si raksasa terjatuh di tanah, tertimpa
Sutasoma. Terasa seakan-akan tertimpa gunung. Si raksasa menyerah dan ia
mendapat khotbah dari Sutasoma tentang agama Buddha bahwa orang tidak boleh
membunuh sesama makhluk hidup. Lalu si raksasa menjadi muridnya.
Lalu
sang pangeran berjalan lagi dan bertemu dengan seekor naga. Naga ini lalu
dikalahkannya dan menjadi muridnya pula.
Selanjutnya
sang pangeran menjumpai seekor harimau betina yang lapar. Harimau ini hendak
memangsa anaknya sendiri, tetapi dicegah oleh Sutasoma dan diberinya
alasan-alasan. Tetapi sang harimau tetap bersikeras. Akhirnya Sutasoma
menawarkan dirinya saja untuk dimakan. Lalu iapun diterkamnya dan dihisap
darahnya. Tetapi setelah itu si harimau betina sadar akan perbuatan buruknya
dan iapun menangis, menyesal. Lalu datanglah Batara Indra dan Sutasoma
dihidupkan lagi. Lalu harimaupun menjadi pengikutnya pula. (Gambar di samping
adalah gambar sampul buku keluaran Departemen P dan K Indonesia provinsi Bali.
Sampul ini menunjukkan gambar pangeran Sutasoma yang diterkam harimau betina
*dan menjadi salah satu bukti kejayaan harimau Jawa dan/atau Bali )
Sementara
itu, sang Purusada sedang berperang melawan raja Dasabahu, yang masih sepupu
Sutasoma. Secara tak sengaja ia menjumpai Sutasoma dan diajaknya pulang, hendak
dikawinkan dengan anaknya. Lalu ia pun menikah, pulang ke Hastina dan
dinobatkan sebagai Prabu Sutasoma.
Sang
Purusada sudah mengumpulkan 100 raja untuk dipersembahkan kepada Batara Kala,
namun Batara Kala tidak mau memakan mereka. Ia ingin menyantap prabu Sutasoma.
Purusada pun memeranginya dan karena Sutasoma tidak melawan, maka beliau
berhasil ditangkap.
Setelah
itu beliau dipersembahkan kepada Batara Kala. Sutasoma bersedia dimakan asal ke
100 raja itu semua dilepaskan. Purusada menjadi terharu mendengarkannya dan
iapun bertobat. Semua raja dilepaskan.
Bhinneka
tunggal ika
Frase
“Bhinneka Tunggal Ika” ada pada pupuh 139 bait 5, yang petikannya sebagai
berikut:
Rwãneka
dhãtu winuwus Buddha Wiswa
Bhinnêki
rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka
ng Jinatwa kalawan Šiwatatwa tunggal,
Bhinnêka
tunggal ika tan hana dharma mangrwa,
Yang
artinya:
Konon
Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda
Mereka
memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab
kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah
belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar