Menceritakan tentang pemberontakan Ranggalawe (1259) dari
Tuban terhadap Jayanegara. Pemberontakan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan
Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih.
Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu
Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada
Nambi. Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari
menghadap Raden Wijaya di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan
Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan
tetap mendukung Nambi sebagai patih. Karena tuntutannya tidak dihiraukan,
Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati
Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada
raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban. Mahapati yang licik ganti
menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun
pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan
Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk
menghukum Ranggalawe. Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe
segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang pasukan Majapahit di dekat Sungai
Tambak Beras. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang
di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang akhirnya berhasil membunuh
Ranggalawe secara kejam.
1. Tahun
Pemberontakan
Pararaton
menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295, namun dikisahkan
sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan
tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta.
Menurut
Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan
digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309.
Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe
terjadi pada tahun 1309, bukan 1295. Seolah-olah pengarang Pararaton
melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun.
Namun
Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara
diangkat sebagai yuwaraja atau "raja muda" di istana Daha. Selain itu Kidung
Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan
bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya,
bukan Jayanagara.
Fakta
lain menunjukkan, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara sama-sama terdapat dalam
prasasti Kudadu tahun 1294, namun kemudian keduanya sama-sama tidak terdapat
lagi dalam prasasti Sukamreta tahun 1296. Ini pertanda bahwa Arya Adikara alias
Ranggalawe kemungkinan besar memang meninggal pada tahun 1295, sedangkan Arya
Wiraraja diduga mengundurkan diri dari pemerintahan setelah kematian anaknya
itu.
Jadi,
kematian Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 bertepatan dengan pengangkatan
Jayanagara putra Raden Wijaya sebagai raja muda. Dalam hal ini pengarang Pararaton
tidak melakukan kesalahan dalam menyebut tahun, hanya saja salah menempatkan
pembahasan peristiwa tersebut.
Sementara
itu Nagarakretagama yang dalam banyak hal memiliki data lebih akurat
dibanding Pararaton sama sekali tidak membahas pemberontakan Ranggalawe.
Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini merupakan sastra pujian sehingga
penulisnya, yaitu Mpu Prapanca merasa tidak perlu menceritakan
pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya sebagai aib.
2. Jalannya
Pertempuran
Pararaton
mengisahkan Ranggalawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seorang
pejabat licik bernama Mahapati. Kisah yang lebih panjang terdapat dalam Kidung
Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe.
Pemberontakan
tersebut dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan
patih. Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya
diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam
perjuangan daripada Nambi.
Ranggalawe
yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap Raden
Wijaya di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan
Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi
sebagai patih.
Karena
tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana.
Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk
meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban.
Mahapati
yang licik ganti menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang
menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin
pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo
Anabrang untuk menghukum Ranggalawe.
Mendengar
datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang
pasukan Majapahit di dekat Sungai Tambak Beras. Perang pun terjadi di sana.
Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang
pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.
Melihat
keponakannya disiksa sampai mati, Lembu Sora merasa tidak tahan. Ia pun
membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan inilah yang
kelak menjadi penyebab kematian Sora pada tahun 1300.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar