Ini adalah Sebuah Cerita Rakyat
dari Desa Padamara, Kecamatan Sukamulia, Lombok Timur, NTB. Pada jaman dahulu
di daerah Padamara dekat Sungai Sawing hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang
istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain. Mata pencaharian
mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan
tenaganya untuk menumbuk padi. Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua
anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua
anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.
Anehnya,
ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik.
Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya:
"Ibu batu ini makin tinggi." Namun sayangnya Inaq Lembain sedang
sibuk bekerja. Dijawabnya, "Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja
menumbuk."
Begitulah
yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi
hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya.
Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu
makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi.
Batu
Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan.
Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa
kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Inaq
Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil
anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia
akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu
terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang
kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena menyebabkan tanah di sana
bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh karena
ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan terakhir
jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu
diberi nama Montong Teker.
Sedangkan
kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor
burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi
burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu
tidak mampu mengerami telurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar