Pada zaman dahulu di pantai
selatan Pulau Lombok terdapat sebuah kerajaan yang bernama Tonjang Beru.
Sekeliling di kerajaan ini dibuat ruangan - ruangan yang besar. Ruangan ini
digunakan untuk pertemuan raja - raja. Negeri Tonjang Beru ini diperintah oleh
raja yang terkenal akan kearifan dan kebijaksanaannya Raja itu bernama raja
Tonjang Beru dengan permaisurinya Dewi Seranting.
Baginda mempunyai seorang putri,
namanya Putri Mandalika. Ketika sang putri menginjak usia dewasa, amat elok parasnya.
Ia sangat anggun dan cantik jelita. Matanya laksana bagaikan bintang di timur.
Pipinya laksana pauh dilayang. Rambutnya bagaikan mayang terurai. Di samping
anggun dan cantik ia terkenal ramah dan sopan. Tutur bahasanya lembut. Itulah
yang membuat sang putri menjadi kebanggaan para rakyatnya.
Semua rakyat sangat bangga mempunyai raja yang arif
dan bijaksana yang ingin membantu rakyatnya yang kesusahan. Berkat segala
bantuan dari raja rakyat negeri Tonjang Beru menjadi hidup makmur, aman dan
sentosa. Kecantikan dan keanggunan Putri Mandalika sangat tersohor dari ujung
timur sampai ujung barat pulau Lombok. Kecantikan dan keanggunan sang putri
terdengar oleh para pangeran - pangeran yang membagi habis bumi Sasak (Lombok).
Masing - masing dari kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan kerajaan
Beru. Para pangerannya pada jatuh cintar. Mereka mabuk kepayang melihat
kecantikan dan keanggunan sang putri.
Mereka saling mengadu peruntungan, siapa bisa
mempersunting Putri Mandalika. Apa daya dengan sepenuh perasaan halusnya, Putri
Mandalika menampik. Para pangeran jadi gigit jari. Dua pangeran amat murka
menerima kenyataan itu. Mereka adalah Pangeran Datu Teruna dan Pangeran
Maliawang. Masing - masing dari kerajaan Johor dan kerajaan Lipur. Datu Teruna
mengutus Arya Bawal dan Arya Tebuik untuk melamar, dengan ancaman hancurnya
kerajaan Tonjang Beru bila lamaran itu ditolaknya. Pangeran Maliawang mengirim
Arya Bumbang dan Arya Tuna dengan hajat dan ancaman yang serupa.
Putri Mandalika tidak bergeming. Serta merta Datu
Teruna melepaskan senggeger Utusaning Allah, sedang Maliawang meniup Senggeger
Jaring Sutra. Keampuhan kedua senggeger ini tak kepalang tanggung dimata Putri
Mandalika, wajah kedua pangeran itu muncul berbarengan. Tak bisa makan, tak
bisa tidur, sang putri akhirnya kurus kering. Seisi negeri Tonjang Beru disaput
duka.
Kenapa sang putri menolak lamaran ? Karena, selain
rasa cintanya mesti bicara, ia juga merasa memikul tanggung jawab yang tidak
kecil. Akan timbul bencana manakala sang putri menjatuhkan pilihannya pada
salah seorang pangeran. Dalam semadi, sang putri mendapat wangsit agar
mengundang semua pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20 bulan 10 (bulan
Sasak) menjelang pagi - pagi buta sebelum adzan subuh berkumandang. Mereka
harus disertai oleh seluruh rakyat masing - masing. Semua para undangan diminta
datang dan berkumpul di pantai Kuta. Tanpa diduga - duga enam orang para
pangeran datang, dan rakyat banyak yang datang, ribuan jumlahnya. Pantai yang
didatangi ini bagaikan dikerumuni semut.
Ada yang datang dua hari sebelum hari yang ditentukan
oleh sang putri. Anak - anak sampai kakek - kakek pun datang memenuhi undangan
sang putri ditempat itu. Rupanya mereka ingin menyaksikan bagaimana sang putri
akan menentukan pilihannya. Pengunjung berduyun - duyun datang dari seluruh
penjuru pulau Lombok. Merekapun berkumpul dengan hati sabar menanti kehadiran
sang putri.
Betul seperti janjinya. Sang putri muncul sebelum
adzan berkumandang. Persis
ketika langit memerah di ufuk timur, sang putri yang cantik dan anggun ini
hadir dengan diusung menggunakan usungan yang berlapiskan emas. Prajurit
kerajaan berjalan di kiri, di kanan, dan di belakang sang putri. Sungguh
pengawalan yang ketat. Semua undangan yang menunggu berhari - hari hanya bisa
melongo kecantikan dan keanggunan sang putri. Sang putri datang dengan gaun
yang sangat indah. Bahannya dari kain sutera yang sangat halus.
Bersamaan dan berakhirnya kata - kata tersebut para
pangeran pada bingung rakyat pun ikut bingung dan bertanya - tanya memikirkan
kata - kata itu. Tanpa diduga - duga sang putri mencampakkan sesuatu di atas
batu dan menceburkan diri ke dalam laut yang langsung di telan gelombang
disertai dengan angin kencang, kilat dan petir yang menggelegar.
Tidak ada tanda - tanda sang putri ada di tempat itu.
Pada saat mereka pada kebingungan muncullah binatang kecil yang jumlahnya
sangat banyak yang kini disebut sebagai Nyale. Binatang itu berbentuk cacing
laut. Dugaan mereka binatang itulah jelmaan dari sang putri. Lalu beramai -
ramai mereka berlomba mengambil binatang itu sebanyak - banyaknya untuk
dinikmati sebagai rasa cinta kasih dan pula sebagai santapan atau keperluan
lainnya.
Itulah kisah Bau Nyale. Penangkapan Nyale menjadi
tradisi turun - temurun di pulau Lombok. Pada saat acara Bau Nyale yang
dilangsungkan pada masa sekarang ini, mereka sejak sore hari mereka yang akan
menangkap Nyale berkumpul di pantai mengisi acara dengan peresean, membuat
kemah dan mengisi acara malam dengan berbagai kesenian tradisional seperti
Betandak (berbalas pantun), Bejambik (pemberian cendera mata kepada kekasih),
serta Belancaran (pesiar dengan perahu). Dan tak ketinggalan pula, digelar
drama kolosal Putri Mandalika di pantai Seger.
Setiap tanggal duapuluh bulan kesepuluh dalam
penanggalan Sasak atau lima hari setelah bulan purnama, menjelang fajar di
pantai Seger Kabupaten Lombok Tengah selalu berlangsung acara menarik yang
dikunjungi banyak orang termasuk wisatawan. Acara yang menarik itu bernama Bau
Nyale. Bau dari bahasa Sasak artinya menangkap. Sedangkan Nyale, sejenis cacing
laut yang hidup di lubang - lubang batu karang di bawah permukaan laut.
Penduduk setempat mempercayai Nyale memiliki tuah yang
dapat mendatangkan kesejahteraan bagi yang menghargainya dan mudarat bagi orang
yang meremehkannya.??Itulah yang berkembang selama ini,?? ujar Lalu Wirekarme
yang pernah menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Pemasaran Dinas Pariwisata
Kabupaten Lombok Tengah.
Tradisi menangkap Nyale (bahasa sasak Bau Nyale)
dipercaya timbul akibat pengaruh keadaan alam dan pola kehidupan masyarakat
tani yang mempunyai kepercayaan yang mendasar akan kebesaran Tuhan, menciptakan
alam dengan segala isinya termasuk binatang sejenis Anelida yang disebut Nyale.
Kemunculannya di pantai Lombok Selatan yang ditandai dengan keajaiban alam
sebagai rahmat Tuhan atas makhluk ini.
Beberapa waktu sebelum Nyale keluar hujan turun deras
dimalam hari diselingi kilat dan petir yang menggelegar disertai dengan tiupan
angin yang sangat kencang. Diperkirakan pada hari keempat setelah purnama,
malam menjelang Nyale hendak keluar, hujan menjadi reda, berganti dengan hujan
rintik - rintik, suasana menjadi demikian tenang, pada dini hari Nyale mulai
menampakkan diri bergulung - gulung bersama ombak yang gemuruh memecah pantai,
dan secepat itu pula Nyale berangsur - angsur lenyap dari permukaan laut
bersamaan dengan fajar menyingsing di ufuk timur.
Dalam kegiatan ini terlihat yang paling menonjol
adalah fungsi solidaritas dan kebersamaan dalam kelompok masyarakat yang dapat
terus dipertahankan karena ikut mendukung kelangsungan budaya tradisional.
Keajaiban Nyale bagi suku Sasak Lombok telah
menimbulkan dongeng tentang kejadian yang tersebar hampir keseluruh lapisan
masyarakat Lombok dan sekitarnya. Dongeng ini sangat menarik dengan cerita yang
sangat romantis dan berkembang melalui penuturan orang - orang tua yang
kemudian tersusun dalam naskah tentang legenda Nyale.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar